Ellawijt, si "pelukis stroberi" yang akan berusia 19 tahun pada bulan Mei nanti itu, baru memamerkan 20 lukisannya di Wishbone Cafe Gallery, Chicago, Lincoln Avenue, AS. Pameran bertajuk 'My Strawberry's Little Show' itu dibuka kemarin (Selasa/7/4) dan berlangsung hingga 30 April 2009 mendatang.
Namun, bukan cuma soal pamerannya yang terpenting. Melainkan, perjalanan Ellawijt bisa sampai ke Negeri Paman Sam tersebut. itulah kiranya perlu diketahui.
Lahir di Jakarta, 8 Mei 1990, Ella, -begitu dara ini biasa disapa, mengaku minat melukisnya datang dan dimulai dari hobi menggambar saat di bangku playgroup. Ella berkisah, waktu masih dalam kandungan, ibunya suka ngidam pergi ke pameran lukisan sampai berkali-kali.
Merangkak SD, ayahnya mengenalkan Ella dengan pastel dan kanvas. Sejak itulah, Ella merasakan beda kenikmatan antara melukis dan menggambar. Ella pun pilih melukis.
Di bangku SMP, Ella kian keranjingan. Di lantai dua rumahnya di Jatibening, Bekasi, Ella tekun melukis garis dan arsiran sebagai kesenangannya. Keseriusan itu membuat sang ayah mendatangkan seorang guru lukis untuknya.
Menginjak kelas tiga SMP, Ella mengantongi penghasilan pertama dari melukis. Namun, baru di jenjang SMA-lah Ella justeru mengenal “the real world” dunia seni lukis yang digandrunginya sampai kini.
Di bangku kelas satu SMA, Ella sudah mengikuti pameran lukisan bersama untuk pertama kalinya. Terhitung, sampai kini sekitar sembilan pameran bersama telah dikantonginya.
Sejatinya, melukis memberikan ketenangan jiwa. Jiwa muda yang ingin selalu memberontak dan senang mencoba hal baru. Karena itulah Ella menjadikan hobi ini tidak semata aktifitas sambil lalu, melaikan sumber investasi masa depan.
Bukan, investasi bukan cuma uang puluhan juta yang pernah didapatkannya dari penjualan lukisan. Melainkan, beasiswa yang membawanya hinga berkuliah di School of Art Institute Chicago, AS.
Beasiswa Bukanlah Bunga Tidur
Pada Mei 2007, Ellawijt menggelar pameran perdananya bertajuk 'Ellawijt: It’s Just Been Started'. Uniknya, pameran itu adalah cara Ella merayakan hari ulang tahun sweet seventeen-nya, dengan menghadirkan sebanyak 40 karya lukisan stroberi di Museum Nasional, Jakarta.
Tahun lalu, Ella baru lulus dari bangku SMU kelas tiga jurusan IPA di SMU St. Peter, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Di tengah ketatnya persiapan belajar menghadapi ujian nasional waktu itu, Ella pun harus tetap berupaya keras menyiapkan 'Chasing After Wind', pameran tunggal keduanya yang digelar bulan Mei 2008 silam, juga di Museum Nasional.
Kerja keras Ella sepertinya terus lahirkan prestasi. Dua bulan berselang, Juli 2008, Ella bertolak ke Taiwan untuk memenuhi undangan dari Dr. Sun Yat Sen Foundation. Di sana, Ella menggelar pameran bersama beberapa pelukis senior Indonesia seperti Kartika Afandi, Maria Tjui, H.Hardi, serta Gande.
Di bulan itu pula, Ella harus berangkat ke Chicago untuk mengambil tawaran beasiswa kuliahnya di School of The Art Institute of Chicago. "Awalnya cuma berupa info dari kakakku, dari situ aku browsing alamat email kampusnya dan mengirim portofolio lukisanku," cerita Ella, via chatting dengan Kompas.com.
Hanya tiga bulan berselang, Ella diminta mengirim profil lengkap dirinya. "Tak disangka, aku langsung diterima dan semua memang hanya karena lukisan-lukisanku," tutur Ella.
Bak kebasahan oleh hujan rejeki, bulan Juli mendatang pun Ella sudah mendapatkan tawaran dari Nanyang Academy of Fine Arts (NAFA), Singapura. "Prosesnya sama yaitu lewat browsing dan cari info sebanyak-banyaknya di internet," kata Ella. Kalau memang rejeki dan beasiswa itu diambilnya, Ella akan bersiap masuk jurusan painting and drawing.
Itulah Ellawijt. Perempuan muda Indonesia, yang tengah nun jauh melukis prestasi di Negeri Paman Sam. Yang hanya karena hobi melukis, sebuah mimpi bukan lagi bunga tidur untuknya. Cita-cita bukan pula seonggok batu di depan mata, melainkan kenyataan indah dalam genggamannya sebagai anak muda Indonesia.
Sumber Asliklik di sini
Selengkapnya...
Rabu, 27 Mei 2009
Ellawijt, Hujan Prestasi Karena Hobi
Tertarik Beasiswa Pertukaran Pelajar Ke AS, Jepang dan Eropa?
Yayasan Bina Antarbudaya cabang Jakarta kembali membuka pendaftaran program beasiswa pertukaran pelajar AFS, YES, dan JENESYS bagi siswa-siswi kelas 1 SMA/SMK/Aliyah/Sederajat ke AS, Jepang, Perancis, Jerman, Swiss, Italia, Belgia, Belanda, serta Norwegia.
Menurut Nisa, dari Bina Antarbudaya Jakarta, pengambilan formulir pendaftaran terakhir bagi ketiga program jatuh pada Kamis (30/4) dan harus dikembalikan pada tanggal 2 Mei 2009.
Nisa mengatakan, untuk program ini yayasan bekerja sama dengan AFS Intercultural Programs dan sudah dilaksanakan di Indonesia sejak 1956. Hingga saat ini, AFS telah melakukan pertukaran lebih dari 220.000 peserta program dari 54 negara di dunia.
"Program pertukaran pelajar ini diberikan kepada negara-negara yang memiliki keberagaman agama dan bertujuan untuk menciptakan saling pengertian dan persahabatan agar terwujud perdamaian dunia," ujar Nisa. "Hanya saja pembiayaannya masih bersifat parsial, yaitu pembuatan visa, asuransi, dan tiket pesawat akan ditanggung oleh peserta program," terang Nisa.
Lain halnya program YES atau Youth Exchange and Study. YES adalah program beasiswa penuh yang diberikan oleh masyarakat AS melalui AFS-USA. "Tujuannya sama yaitu untuk meningkatkan pemahaman antara masyarakat AS dengan masyarakat lain khususnya di negara-negara bermayoritas muslim," kata Nisa.
Umumnya, para pelajar peserta program YES banyak berasal dari dari Mesir, Indonesia, Malaysia, Filipina, Turki, India, Saudi Arabia, Ghana, serta Thailand. "Di sana mereka akan tinggal dengan keluarga, bersekolah, dan mengikuti kegiatan-kegiatan di sekolah maupun masyarakat di AS dan semua biaya ditanggung termasuk uang saku," tandas Nisa.
Nisa menambahkan, program YES lebih menekankan pada pengembangan ketrampilan kepemimpinan (leadership skill) peserta. "Mereka diharapkan mampu menjadi duta yang bisa menjembatani pemahaman masyarakat Amerika untuk lebih mengenal Indonesia dan sebaliknya sehingga timbul persahabatan dan saling pengertian di antara kedua bangsa," tambah Nisa.
Bertukar Budaya Jepang
Ada satu beasiswa penuh lagi yang juga disiapkan oleh Yayasan Bina Antarbudaya. Namun bukan lagi ke AS atau Eropa, melainkan ke Jepang. Nama program tersebut adalah JENEYS atau The Japan East Asia Network of Exchange for Students and Youths.
JENEYS adalah program persahabatan antara Jepang dan negara-negara di kawasan Asia Timur. Tujuannya untuk menciptakan dan memperdalam rasa saling pengertian di antara para remaja sebagai merupakan generasi penerus yang akan berperan penting di masa yang akan datang. "Sebetulnya tujuan inti dilaksanakannya ketiga program ini adalah untuk bisa saling bertukar budaya dan pemahamannya antara Indonesia dengan negara AS, Jepang, dan negara-negara di Eropa," kata Nisa.
Nisa menambahkan, program tersebut adalah atas inisiatif pemerintah Jepang yang mengundang para pemuda dari negara-negara ASEAN seperti Brunei Darussalam, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Australia, Cina, India, Selandia Baru, serta Korea Selatan, untuk mengunjungi tempat dan kota yang terkait dengan sistem politik, ekonomi, sosial dan budaya Jepang.
Program ini terbagi dua yaitu Program Jangka Pendek atau Program Dua Minggu, yang akan diberangkatkan pada bulan Desember. Sementara itu, program kedua adalah Year Program atau Program Sebelas Bulan yang diberangkatkan pada Maret.
"Program jangka pendek juga memberikan kesempatan kepada guru atau kepala sekolah SMA atau Sederajat untuk berangkat bersama para pelajar ke Jepang," kata Nisa. Tentunya, hal itu merupakan kesempatan sangat baik bagi para pendidik Indonesia untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat Jepang dan belajar dari komunitas pendidikan di Negeri Sakura tersebut.
Batas Waktu Pendaftaran
Program AFS akan berjalan selama 11 bulan dan mulai dilaksanakan pada Maret 2010 dengan negara tujuan Jepang. Sementara pada Agustus - September 2010 program ini akan mengarah ke negara tujuan AS atau Eropa.
Program YES juga berjalan selama 11 Bulan ke AS. Pelaksanaannya dimulai pada Agustus 2010. Sementara itu, untuk program JENESY ke Jepang akan berangkat pada Maret 2010 yang berlangsung selama 11 bulan (Year Program) dan dua minggu (Intensive Program) pada Desember 2009.
Menurut Nisa, pengambilan formulir pendaftaran harus membayar Rp30.000 dan sudah dilakukan sejak 25 Maret 2009. Pengambilan terakhir tinggal tiga hari lagi atau hari Kamis (30/4). Sementara itu, batas waktu pengembalian formulir pendaftaran hanya sampai 2 Mei 2009.
Tertarik mendaftar? Simak syaratnya di bawah ini:
Persyaratan umum
- Warga Negara Indonesia.
- Sehat jasmani dan rohani.
- Mengikuti dan lulus proses seleksi bertahap yang diadakan oleh Bina Antarbudaya.
- Bersedia berangkat pada bulan Desember (khusus Intensive Programs).
Persyaratan tambahan untuk siswa:
- Siswa kelas 1 SMA/SMK/Aliyah/Sederajat.
- Usia 15-16 tahun 7 bulan (kelahiran 1 September 1992 - 1 April 1994).
- Aktif berorganisasi dan berprestasi dalam beberapa kegiatan.
- Mendapat izin dari orang tua dan sekolah.
Persyaratan tambahan untuk guru
- Guru SMA atau Sederajat.
- Peduli dan aktif mengembangkan pendidikan di sekolah dan lingkungann
- Belum pernah mengikuti program pertukaran, pelatihan, bersekolah, studi banding atau kegiatan sejenis
Anda yang berdomisili di Jakarta, Tangerang, Bekasi atau Banten bisa langsung datang ke Yayasan Bina Antarbudaya (Chapter Jakarta) di Jl Limau/No.22, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, atau email chapterjakarta@gmail.com atau 0815 960 7153 atau 0815 935 6663.
Informasi juga bisa dilihat di www.bina-antarbudaya.net atau www.yba-info@centrin.net.id dan manfaatkan segala kemampuan Anda di kesempatan ini.
Sumber Asliklik di sini
Selengkapnya...
Astronot Minum Air Seni Didaur Ulang
Para astronot di Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS) untuk pertama kali minum air hasil daur ulang air seni sendiri.
Para awak menggunakan apa yang disebut Water Recovery System, yaitu alat seharga 250 juta dollar AS. "Kontrol misi NASA memberi air minum dari urine yang telah didaur ulang kepada astronot Ekspedisi 19 di Stasiun Ruang Angkasa Internasional," bunyi pernyataan NASA, Kamis (21/5).
Komandan Rusia Gennady Padalka, awak Mike Barratt dari Amerika serta Koichi Wakata dari Jepang merayakan keberhasilan uji coba itu dengan meminum bersama-sama air hasil daur ulang itu. "Rasanya luar biasa," kata Barratt.
Sumber Asliklik di sini
Selengkapnya...
Inikah Nenek Moyang Misterius Bangsa Primata?
Ukuran tubuhnya hampir sebesar kucing dengan empat kaki dan berekor panjang. Sosok makhluk purba yang terekam dalam fosil nyaris utuh itu dapat memberi informasi penting mengenai nenek moyang bangsa primata, termasuk kera besar bahkan manusia.
Para ilmuwan memperkirakan fosil tersebut umurnya 47 juta tahun. Fosil tersebut kemungkinan berasal dari hewan muda yang mati saat berumur antara 9 hingga 10 bulan. John Hurum, ketua tim ilmuwan yang melaporkan temuan tersebut memberi nama spesimen tersebut Ida, diambil dari nama anak perempuannya yang baru berumur 6 tahun. Temuan berharga tersebut dilaporkan dalam jurnal online PLoS (Public Library of Services).
"Ia menyimpan banyak cerita. Kami baru saja memulai penelitian pada spesimen yang sangat bernilai ini," ujar John Hurum, ilmuwan dari University of Oslo Natural History Museum. Dilihat dari bentuk tubuhnya mungkin makhluk tersebut bukan nenek moyang langsung monyet atau kera besar. Namun, karakteristik tubuhnya memberi gambaran bahwa kemungkinan nenek moyang bangsa primata berbentuk seperti itu.
Beruntung para ilmuwan menemukan fosil makhluk tersebut dalam kondisi susunan tulang-belulang yang hampir lengkap sehingga diharapkan dapat mengungkap misteri makhluk misterius tersebut sesegera mungkin. Fosil yang ditemukan di Jerman itu dipamerkan Selasa (19/5) di Museum Sejarah Nasional New York, AS untuk menarik perhatian publik.
Sumber Asliklik di sini
Selengkapnya...
Semut Bisa Mencium Aroma Kematian
Sebagai makhluk sosial, semut sangat peka terhadap lingkungannya, seperti saat menemukan salah satu anggota koloninya yang tewas. Begitu ada satu ekor semut yang mati, semut-semut lainnya langsung segera menyingkirkannya atau disebut proses nekroporesis.
Cara tersebut bermanfaat bagi populasinya karena dapat menghindarkan penyebaran infeksi penyakit. Namun, bagaimana semut mati dapat segera dikenali. Tentu bukan dengan cara mengukur denyut nadinya.
Teori sebelumnya memperkirakan bahwa semut yang mati mengeluarkan zat kimia akibat proses pembusukan. Namun, hasil penelitian terakhir yang dilakukan para entomolog, ahli serangga, di Argentina menghasilkan analisis sedikit berbeda.
Menurutnya, semua jenis semut punya zat kimia "kematian", baik saat masih hidup maupun saat mati. Namun, hanya semut hidup yang punya zat kimia "kehidupan". Saat mati, zat kimia kehidupan terus berkurang sampai akhirnya hilang sama sekali sehingga menyisakan zat kimia kematian saja.
"Itu karena semut mati tidak lagi berbau seperti semut hidup dan segera dikirim ke 'kuburannya', bukan karena tubuhnya mengeluarkan zat kimia baru," ujar Dong-Hwan Choe, dari Universitas California di Riverside, AS. Hasil analisisnya dijelaskan terperinci dalam The Proceedings of the National Academy of Sciences.
Menurut Choe, pemahaman mengenai nekroporesis seperti ini akan membantu para peneliti untuk mengembangkan strategi pemberantasan hama yang ramah lingkungan. Misalnya dengan menggunakan zat kimia organik dan mengurangi penggunaan insektisida.
Sumber asli: klik di sini
Selengkapnya...